“Lebih Baik Tidak Dilahirkan” Karya Rudia Qilla Rayyan Rizqullah

Lebih Baik Tidak Dilahirkan

Rudia Qilla Rayyan Rizqullah Kelas 9A

 

Di suatu sore yang dingin ditemani hujan yang teramat deras. Seorang siswa SMP terlihat sedang berjalan sendirian dengan baju yang lusuh dan rambut yang berantakan. Meskipun ia sudah memakai payung, namun pipinya pun tetap basah. Bukan dari air hujan, melainkan air mata yang tak mau berhenti mengalir di wajah pemuda bernama Aslan ini. Perih rasanya apabila mengingat kejadian yang terjadi hari ini. Ia masih tidak menyangka ketakutan terbesar dalam hidupnya pun terjadi.

 

Bermula dari seorang teman kecilnya yang bernama Dimas, yang sudah menjadi tetangganya sejak ia lahir. Hal itu pun membuat tidak menutup kemungkinan bahwa Dimas mengetahui segalanya tentang hidup Aslan. Termasuk kenyataan bahwa ia merupakan anak dari hubungan di luar nikah.

 

Dimas pun menyadari bahwa kondisi keluarga Aslan sangat berantakan. Meskipun ayah dan ibunya sudah menikah saat ibunya melahirkan Aslan, namun mereka selalu berseteru dan tidak pernah sejalan. Aslan juga merupakan anak tunggal di keluarganya, sehingga ia tidak punya seseorang yang bisa ia ajak mengobrol selain Dimas. Namun semenjak Dimas meninggalkannya, ia pun merasa hidup seorang diri.

 

Awalnya mereka merupakan teman dekat, namun semenjak mereka memasuki SMP, Dimas memilih bergaul bersama teman-teman barunya ketimbang hanya bersama Aslan. Dimas merupakan siswa yang cerdas dan ia merupakan anak dari kepala sekolah di SMP tersebut. Berbeda dengan Dimas, Aslan merupakan anak yang pendiam sehingga ia pun tidak memiliki teman.

 

Di sekolah, ia bukan seorang murid yang pandai. Ia juga bukan murid kesayangan guru-guru di sekolahnya. Namun, Aslan merupakan seorang anak yang jujur. Setiap teman-temannya berbuat salah ataupun berperilaku nakal, ia selalu melaporkannya ke guru. Hal itu pun membuatnya tidak disukai teman-teman di sekolahnya. Bahkan ia kerap kali dibully oleh teman-temannya. Hampir setiap hari ia disuruh-suruh temannya, dijadikan bahan ejekan, disakiti fisiknya, dan bahkan selalu diminta mengerjakan tugas sekolah teman-temannya.

 

Namun, meski ia selalu melapor pada guru, lama-kelamaan pun guru-guru di sekolahnya mulai acuh kepadanya. Melihat kedua orang tuanya yang juga tidak peduli kepadanya, ia pun tidak punya kekuatan apa apa, sehingga ia hanya bisa pasrah terhadap semua perlakuan teman-temannya tanpa melakukan perlawanan.

 

Sampai suatu hari, di kantin sekolahnya terjadi sebuah kejadian yang menjadi mimpi buruknya. Berawal dari Aslan yang membelikan sebuah minuman untuk teman di kelasnya. Salah seorang teman menahan kaki Aslan saat berjalan, sehingga ia pun terjatuh dan tanpa sengaja menumpahkan minuman tersebut ke seragam yang dipakai Dimas. Dimas yang sedang bersama sekumpulan temannya itu pun memarah-marahi Aslan.

 

“Heii! Kalau jalan lihat lihat dong!”, bentak Dimas. “Maaf Dim, tadi ada yang menahan kakiku, aku tidak sengaja menumpahkannya ke seragammu”, sahut Aslan. Teman-temannya Dimas pun ikut-ikutan memaki Aslan. “Hei lan!, tanggung jawab woy! Kamu harus cuci seragam itu sekarang juga!”, kata salah seorang teman Dimas. “Denger lan?!, aku ada baju ganti dan sekarang juga kamu harus cuci bajuku!”’ jawab Dimas. Aslan pun membalas “Aku tidak menyangka kalau kamu juga akan jahat kepadaku Dim, padahal kita dulu sahabat”. “Hahh? Kamu sahabatan sama Dimas?”, “Dim kamu kok mau sih berteman sama dia, aneh banget”, sahut teman Dimas. “Hei! Aslan, jangan mengaku-ngaku kamu, dasar anak haram!”, tanpa sengaja kalimat itu pun keluar dari mulut Dimas. Tanpa berkata apapun, Aslan berlari ke kelasnya untuk mengambil tas, dan segera keluar dari sekolah karena ia merasa sangat malu dengan kenyataan yang sekarang sudah diketahui teman-teman sekolahnya itu.

 

Hujan lebat melengkapi kesedihannya saat itu. Sambil memegang payung, ia tidak berhenti menangis. Ia sampai dirumahnya, masuk dengan diam dan langsung pergi ke kamarnya. Tangisannya tak mau berhenti saat itu.

 

Di dalam hati Dimas, ia merasa kasian kepada Aslan, dan ia merasa bersalah karena telah mengatakan hal yang tidak seharusnya terucap. Akhirnya, Dimas mengambil tindakan. Ia menemui ayahnya yang merupakan seorang kepala sekolah dan ia menceritakan segala hal yang terjadi kepada Aslan, termasuk yang dialami Aslan selama ini. Kepala sekolah pun mengumpulkan semua murid yang dinyatakan pernah berbuat salah kepada Aslan dan berencana untuk segera meminta maaf kepada Aslan.

 

Esok paginya, ketika Aslan memasuki ruang kelasnya dengan ekspresi takut, tanpa disadari semua teman-temannya berkumpul di hadapannya dan mengucapkan kalimat maaf bersama-sama. Aslan pun terharu akan hal tersebut. Dengan senang hati, Aslan menerima permohonan maaf dari teman-temannya.

 

Setelah kejadian itu, Aslan pun berhubungan baik dengan teman-teman sekolahnya. Dan kini Aslan tidak lagi sendirian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *