Berjuang
Naifa Elmanda Wicaksono Kelas 9B
Pada hari itu, Andi sedang membersihkan barang yang ada di rumahnya, karena saat itu dia akan bersiap – siap untuk pindah rumah. Pada saat Andi sedang mengemas barang – barang yang akan dia bawa ke rumah barunya, dia menemukan sebuah kardus yang mempunyai namanya di depan kardusnya, ditulis dengan spidol berwarna merah. “ Itu apa ya?”, Andi bertanya pada dirinya sendiri. Dia pun penasaran dengan apa yang ada di dalamnya karena sudah sekian tahun sejak dia membuka kardus itu. Karena itu, dia pun mengambil kardus yang berat itu, menaruhnya di kasur, dan beranjak untuk mencari tahu apakah konten yang ada di dalam kardus itu. Setelah dia buka, ombak nostalgia menerjangnya, dia sedang menatap pada barang – barang dan foto – foto yang dia punya saat masa kecil dan remaja.
Namun, setelah mengamati isinya, dia melihat sebuah bingkai foto. Dia mengambilnya dan dia melihat foto yang dia genggam. Itu adalah foto keluarganya, dia terlihat murung di foto itu, sementara keluarganya terlihat bahagia sekali. Andi mengingat kenapa dia memasukkan foto ini ke dalam kardus itu. Dia pun teringat masa – masa itu sampai dia merinding memikirkannya. Saat itu, dia masih remaja, seperti biasa dia tidak dihiraukan oleh orang tuanya yang selalu sibuk dengan kerja kantoran. Tapi, walau kedua orang tuanya ditumpuk dengan banyaknya pekerjaan, mereka masih lebih memerhatikan kakaknya daripada dirinya sendiri. Itu disebabkan oleh kakakku yang selalu lebih baik daripadanya pada banyak hal, itulah mengapa orang tuanya lebih selalu lupa bahwa dia ada di hidup mereka.
Andi seakan –akan seperti hantu pada kelurganya, tak terlihat oleh siapa pun. Dia sudah mencoba untuk berprestasi seperti saudaranya tapi itu tidak berpengaruh sama sekali. Rumah sudah merasa seperti neraka padanya, karena itu dia lebih suka pergi dari rumah dengan temannya atau berdiam diri di kamarnya, berpikir kenapa dia masih ada di bumi ini. Dia hanya bisa melihat dengan iri, orang – orang yang diberi kasih sayang oleh orangtuanya. Namun, dengan semua beban yang ada di hidupnya, menggambarlah merupakan satu – satunya hal yang memberinya aspirasi, sebuah tujuan untuk hidup. Setiap hari dia memegang pensil dan buku yang terisi penuh dengan karya – karya yang telah buat. Andi selalu menggambar, saat dia sedih, marah, maupun bahagia. Setiap kali melihat isinya, teman – temannya selalu kagum karena dapat merasakan emosi yang telah ditumpahkan pada gambar tersebut dengan sangat jelas.
“ Ihhhh, bagus banget Diii, kamu belajar darimana sih?”, salah satu temannya yang bernama Derik bertanya padanya dengan nada kagum. Andi pun menjawab, “Hehe, aku belajar sendiri lewat internet”. “Sumpah ? gila bangettt, seandainya aku bisa belajar gambar juga kayak kamu”, temannya berkata. Andi pun tertawa kecil dan berkata, “Maukah aku ajarkan?”. Derik langsung terkejut sampai bertanya apakah dia serius. Setelah Andi menjawab iya, temannya langsung terlihat sangat gembira dan berterima kasih padanya. Dukungan yang telah diberi oleh teman – temannya membuatnya lebih bersemangat untuk berkarya lebih. Akan tetapi, setelah Derik temannya berbulan – bulan dan gambarannya mulai menjadi lebih bagus daripada sebelum dia diajar Andi, Derik mulai menjadi sombong dan mengaku – ngaku bahwa dia tidak diajar siapa – siapa. Lama – kelamaan, semua orang lebih memerhatikan Derik daripada Andi, sesuatu yang sudah dia rasakan di rumah, sekarang telah dirasakan di sekolah.
Dia pun merasa lebih sengsara daripada sebelum kejadian itu terjadi, serasanya seperti mau menghilang dari dunia ini. Pada saat beranjak pulang ke rumah, dia mendengar beberapa kakak kelasnya berbincang tentang sebuah aplikasi di hp bernama Nitagram. Dia sudah mendengar nama itu berkali – kali dan dia berpikir, “Hmmm, mending aku cobain deh, lihat isi aplikasinya apa!”. Setelah sampai rumah, masuk ke dalam kamar, menyalakan hp, mendownload dan membuka aplikasi tersebut,lalu membuat akun sendiri, isinya sama seperti sosial media yang lain. Setelah lama memakai aplikasi tersebut, dia mulai mengetahui komunitas menggambar dan seni yang ada di dalamnya. Andi terlihat takjub melihat postingan karya yang dibuat oleh orang lain. Setelah melihat lebih lama lagi, dia mempunyai ide.
Dia memotret salah satu karyanya yang ada di buku gambarnya dan di–upload di akunnya. Setelah lama dibiarkan di aplikasi itu kepada semua orang di seluruh dunia untuk dilihat, postingannya disukai oleh banyak orang. Andi merasa hangat di dalam setelah melihat komen – komen yang menghargai karyanya dan kritik – kritik yang diterima olehnya. Dia pun terus menggambar dan mengupload gambarnya di situs itu sehingga menjadi sangat populer di situs itu. Kembali ke masa sekarang, Andi dipanggil – panggil oleh suara istrinya, ternyata dia telah melamun dan istrinya yang bernama Lani berada di sampingnya selama ini. “Andi, kamu gak apa? daritadi aku lihatin melamunnn terus sampe aku panik tahuu…”, kata Lani dengan suara lega. “Hehe, maap, tadi abis ngelihatin foto ini, serasanya kayak balik ke masa lalu.”, kata Andi sambil memegang bingkai foto tersebut dengan senyuman kecil.
Andi merasa lebih bahagia mengetahui bahwa dia telah berjuang dengan penuh semangat saat dia masih remaja, dan sekarang dia telah menjadi salah satu ilustrator paling terkenal sedunia dan siap untuk memulai kehidupan yang lebih sejahtera dengan keluarganya sendiri.