Membentuk Disiplin Positif pada Anak

Berdasarkan pemikiran luhur Ki Hadjar Dewantara dimana pendidikan menuntun segala kodrat yang ada pada anak untuk mencapai kebahagian dan keselamatan yang setinggi-tingginya salah satunya melalui disiplin positif. Disiplin positif dapat terbentuk dengan adanya lingkungan yang aman dan nyaman agar anak mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka. Disiplin secara etimologi berasal dari kata disibel  yang artinya pengikut. Kemudian berkembang menjadi disipline  yang artinya kepatuhan. Seiring dengan berjalannya waktu kata disiplin bermakna kepatuhan terhadap aturan/kemampuan mengendalikan diri sesuai denganaturan dan norma yang berlaku.

Untuk mencapai disiplin tentunya membutuhkan waktu dan proses yang cukup panjang. Faktanya tidak jarang orang dewasa ingin anaknya memiliki disiplin instan, sehingga muncullah jalan pintas. Menurut Jeremy Bethan (1800) semua orang termotivasi melakukan sesuatu untuk menghindari rasa sakit dan mendapatkan imbalan. Motivasi yang diberikan berupa reward dan punishment. Pemberian reward (hadiah) memiliki dampak yaitu pengaruh jangka pendek, mengurangi ketepatan (salah tujuan), hadiah memiliki potensi demotivasi (Faktor labelling), dan merusak hubungan (kompetisi tidak sehat). Pemberian reward sebaiknya berupa apresiasi. Diamana apresiasi akan lebih spesifik dan berfokus pada proses dan upaya anak (di akhir bukan di awal/bukan iming-iming). Pemberian punishment (hukuman) akan menimbulkan dampak yaitu rasa sakit untuk jangka waktu lama, menyembunyikan kesalahan(berbohong), membangun konsep diri negative, dan membenci kedisiplinan. Hukuman bisa diberikan berupa konsekuensi. Dimana konsekuensi memiliki korelasi sebab-akibat dan biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur.

Berdasarkan Teori Motivasi Perilaku Manusia (Gossen; 2004) motivasi perilaku manusia berupa pemberian reward dan punishment berasal dari faktor eksternal, jika dorongan dari luar sudah tidak ada, perilaku yang diharapkan tidak muncul lagi. Harapannya motivasi itu muncul karena faktor internal yaitu berasal dari dalam diri anak sendiri sebagai bentuk menghargai dirinya sendiri. Sehingga jika anak sudah menghargai dirinya sendiri maka akan tercapai “Disiplin Positif”.

Untuk memulai disiplin positif hal yang bisa dilakukan di kelas adalah dengan membuat kesepakatan/keyakinan kelas. Kesepakatan kelas berbeda dengan peraturan kelas. Kesepakatan kelas lebih bersifat universal dan berbentuk positif, serta dibuat bersama murid. Sedangkan peraturan kelas sifatnya rinci dan dibuat oleh orang dewasa (pihak sekolah). Cara membuat kesepakatan kelas yaitu melibatkan anak dan mendengarkan suara mereka, membuat kesepakatan yang sederhana dan jelas, menggunakan kalimat positif, memastikan kesepakatan yang terbentuk sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini, menempel kesepakatan yang telah disusun bersama di kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas. Hal yang dilakukan jika murid melanggar kesepakatan kelas adalah melakukan identifikasi masalah, memahami kebutuhan dan perasaan murid, mengajak memecahkan masalah bersama, dan memposisikan kita di posisi kontrol manajer. Kebutuhan dasar manusia ada 5 yaitu bertahan hidup, kasih sayang dan rasa diterima, kebebasan, kesenangan, dan penguasaan. Posisi kontrol ada 5, yaitu penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Pada posisi manajer guru akan berbuat sesuatu bersama dengan anak, mempertanggungjawabkan perilakunya dan anak akan menemukan solusi atas permasalahannya sendiri melalui ”Restitusi”. Restitusi menurut Gossen (2004) adalah proses menciptakan kondisi bagi anak untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi melewati tiga tahapan yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Melalui restitusi ini harapannya murid akan bisa mengetahui permasalahannya sendiri, mengetahui keyakinan apa yang dilanggar, kemudiaan menemukan solusi dari permasalahannya sendiri. Sehingga memalui proses tersebut, maka guru akan menanamkan budaya positif pada setiap anak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *